Hati adalah organ vital bagi kita. Sama vitalnya dengan ‘alat vital’. Hati harus diurus dengan hati-hati, tidak hanya secara fisik, tapi psikis dan batiniah. Ilmu kedokteran menyebutkan, hati atau lever adalah organ paling besar dan paling berat dalam tubuh manusia. Beratnya mencapai 3 pound atau 1,3 kg. Organ yang berada di bagian atas sebelah kanan abdomen dan di bawah tulang rusuk.
Hati berfungsi menyaring racun dan melakukan proses detoksifikasi secara optimal. Jika hati anda sakit, racun yang masuk bakal tertumpuk dan tubuh rentan terkena penyakit serius, salah satunya sirosis. Karena itu, hati harus dijaga jangan sampai sakit.Saat bayi masih di kandungan, hati berperan sebagai organ utama pembentuk darah. Saat tumbuh menjadi seorang manusia, fungsi pokok hati adalah menyaring dan mendetoksifikasi segala sesuatu yang dimakan, dihirup, dan diserap melalui kulit. Ia menjadi pembangkit tenaga kimia internal, mengubah zat gizi makanan menjadi otot, energi, hormon, faktor pembekuan darah, dan kekebalan tubuh.
Hati juga menyimpan beberapa vitamin, mineral (termasuk zat besi), dan gula, mengatur penyimpanan lemak dan mengontrol produksi serta ekskresi kolesterol. Empedu yang dihasilkan oleh sel hati membantu mencerna makanan dan menyerap zat gizi penting. Juga menetralkan dan menghancurkan substansi beracun serta memetabolisme alkohol, membantu menghambat infeksi, dan mengeluarkan bakteri dari aliran darah. Tampak jelas, hati bukan hanya teman yang pendiam, tetapi juga sahabat baik. (halah…bingung aku. Baca aja sendiri di info aktual)
Dari segi psikis-batiniah, hati juga perlu dijaga betul agar tidak gampang terombang-ambing, apalagi saat ditinggal pasangan tercinta belahan hati. Banyak cerita, terutama novel cengeng dan sinetron kita, seseorang stres, gila, dan ingin mengakhiri hidupnya gara-gara gagal dalam karier bercinta.
Sakit hati tidak ada obatnya. Patah hati tidak bisa direkatkan kembali. begitu kata mereka. Tapi kata siapa tidak ada obatnya? Syair ‘Tombo Ati’ yang katanya ciptaan Sunan Bonang, sering dilantunkan Cak Nun, dan dikenalkan lebih luas oleh Opick, menunjukkan bahwa sakit hati itu ada obatnya.
Tombo ati iku ana lima perkaraneKaping siji, Moco Quran sak maknaneKaping pindo, Sholat wengi lakononoKaping telu, Wong kang sholeh kumpulonoKaping papat, Weteng iro ingkang luweKaping limo, Dzikir wengi ingkang suwe
Salah sakwijine sopo biso ngelakoniInsya Allah Gusti Pangeran ngijabahi
(obat hati itu ada lima macam)(nomor satu,membaca Al Quran dengan maknanya)(nomor dua, sholat malam dirikanlah)(nomor tiga, berkumpullah dengan orang sholeh)(nomor empat, perutmu dilaparkan/perbanyaklah berpuasa)(nomor lima, dzikir malam perpanjanglah)
(barang siapa yang melakukan salah satunya)(insya Allah, Yang Maha Kuasa memberkati)
Melalui Syair itu, Sunan Bonang menawarkan lima cara agar hati kita tetap terjaga, adem, tentrem, gemah ripah loh jinawi. (Sampai disini saya bingung mau nulis apa lagi.. Sembelit, susah beol, karena makan gak teratur dan sembarangan )
Setiap kali mendengarkan syair tombo ati dilantunkan, saya selalu ingat kampung halaman. Saat kecil dulu, saya sering menyanyikan syair itu. Di musholla depan rumah, usai adzan magrib, sambil menunggu kakek ngimami sholat dan mengajar ngaji, saya dan teman sebaya sesama santri kampung mendendangkan lagu itu. Tidak merdu, tidak pula khusuk, kadang diselingi dengan guyon dan saling lempar sajadah. Ya namanya juga anak-anak
Hati berfungsi menyaring racun dan melakukan proses detoksifikasi secara optimal. Jika hati anda sakit, racun yang masuk bakal tertumpuk dan tubuh rentan terkena penyakit serius, salah satunya sirosis. Karena itu, hati harus dijaga jangan sampai sakit.Saat bayi masih di kandungan, hati berperan sebagai organ utama pembentuk darah. Saat tumbuh menjadi seorang manusia, fungsi pokok hati adalah menyaring dan mendetoksifikasi segala sesuatu yang dimakan, dihirup, dan diserap melalui kulit. Ia menjadi pembangkit tenaga kimia internal, mengubah zat gizi makanan menjadi otot, energi, hormon, faktor pembekuan darah, dan kekebalan tubuh.
Hati juga menyimpan beberapa vitamin, mineral (termasuk zat besi), dan gula, mengatur penyimpanan lemak dan mengontrol produksi serta ekskresi kolesterol. Empedu yang dihasilkan oleh sel hati membantu mencerna makanan dan menyerap zat gizi penting. Juga menetralkan dan menghancurkan substansi beracun serta memetabolisme alkohol, membantu menghambat infeksi, dan mengeluarkan bakteri dari aliran darah. Tampak jelas, hati bukan hanya teman yang pendiam, tetapi juga sahabat baik. (halah…bingung aku. Baca aja sendiri di info aktual)
Dari segi psikis-batiniah, hati juga perlu dijaga betul agar tidak gampang terombang-ambing, apalagi saat ditinggal pasangan tercinta belahan hati. Banyak cerita, terutama novel cengeng dan sinetron kita, seseorang stres, gila, dan ingin mengakhiri hidupnya gara-gara gagal dalam karier bercinta.
Sakit hati tidak ada obatnya. Patah hati tidak bisa direkatkan kembali. begitu kata mereka. Tapi kata siapa tidak ada obatnya? Syair ‘Tombo Ati’ yang katanya ciptaan Sunan Bonang, sering dilantunkan Cak Nun, dan dikenalkan lebih luas oleh Opick, menunjukkan bahwa sakit hati itu ada obatnya.
Tombo ati iku ana lima perkaraneKaping siji, Moco Quran sak maknaneKaping pindo, Sholat wengi lakononoKaping telu, Wong kang sholeh kumpulonoKaping papat, Weteng iro ingkang luweKaping limo, Dzikir wengi ingkang suwe
Salah sakwijine sopo biso ngelakoniInsya Allah Gusti Pangeran ngijabahi
(obat hati itu ada lima macam)(nomor satu,membaca Al Quran dengan maknanya)(nomor dua, sholat malam dirikanlah)(nomor tiga, berkumpullah dengan orang sholeh)(nomor empat, perutmu dilaparkan/perbanyaklah berpuasa)(nomor lima, dzikir malam perpanjanglah)
(barang siapa yang melakukan salah satunya)(insya Allah, Yang Maha Kuasa memberkati)
Melalui Syair itu, Sunan Bonang menawarkan lima cara agar hati kita tetap terjaga, adem, tentrem, gemah ripah loh jinawi. (Sampai disini saya bingung mau nulis apa lagi.. Sembelit, susah beol, karena makan gak teratur dan sembarangan )
Setiap kali mendengarkan syair tombo ati dilantunkan, saya selalu ingat kampung halaman. Saat kecil dulu, saya sering menyanyikan syair itu. Di musholla depan rumah, usai adzan magrib, sambil menunggu kakek ngimami sholat dan mengajar ngaji, saya dan teman sebaya sesama santri kampung mendendangkan lagu itu. Tidak merdu, tidak pula khusuk, kadang diselingi dengan guyon dan saling lempar sajadah. Ya namanya juga anak-anak