Sosiolog David McClelland berpendapat, ”Suatu negara bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur (pengusaha) sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduknya.” Sedangkan Indonesia hanya 0,18 persen dari jumlah penduduk atau 400.000-an orang saja yang menjadi pengusaha. Jadi negara kita ini masih jauh dari angka kemakmuran.
Bandingkan dengan negara tetangga Singapura, mereka memiliki 7 persen populasi penduduknya sebagai pengusaha. Alhasil, mereka kekurangan tenaga kerja dan mengimpor dari luar. Apa faktor-faktor yang menyebabkan suatu negara menghasilkan banyak pengusaha? Pertama, insentif sebagai pengusaha diperbesar, seperti kemudahan membuka badan usaha, fasilitas kredit usaha dengan bunga ringan, hingga keringanan pajak. Yang lebih penting lagi adalah ”pembunuhan” pungutan liar (pungli) oleh para aparat. Namun, itu semua bukan faktor utama, karena sifatnya ”iming-iming”. Seperti saya tuliskan dalam kitab persilatan usaha ”The Power of Kepepet” (Gramedia), ”Kepepet adalah motivasi terbesar manusia untuk berubah.”
Selama terlalu banyak proteksi bagi kaum pekerja, rasa nyaman itu akan menggerogoti mental bangsa ini. Nah, inilah faktor kedua yang terpenting harus dilakukan, terutama oleh pemerintah. Sejarah mencatat, para ”patriot” tumbuh saat penindasan terjadi. Memang kesannya tidak berperi ”keburuhan” dan akan terjadi gejolak jika hal ini diterapkan. Tapi, saya yakin, lambat laun akan terlihat hasilnya, pertumbuhan perekonomian (dan pengusaha) akan meningkat. Namun, itu semua juga harus diimbangi dengan maraknya kampanye menjadi ”juragan”, hingga mereka tidak terlalu depresi dan menimbulkan gejolak. Just an idea, bagaimana jika kita buat gerakan ”Sejuta Pengusaha” atau ”10 juta Pengusaha?” Wah, seperti apa negara ini jika pengusahanya membludak?
Pasti banyak pembaca mengerutkan dahi dan menanyakan, ”Kalau semua bangsa Indonesia jadi pengusaha... Siapa yang akan jadi kulinya Mas J?” Gampang saja, ya tinggal impor TKA (Tenaga Kerja Asing/Arab), TKB (Tenaga Kerja Bule), TKM (Tenaga Kerja Malaysia). Coba bayangkan, suatu saat Anda punya supir orang bule, keren kan! Masak kita masih bangga menjadi negara pengekspor tenaga kerja Indonesia (TKI), diperkosa lagi! Lagian, kondisi itu belum tentu terjadi dalam 1 abad ini di Indonesia. Kenapa? Mental pasrahnya kelewat besar. ”Sudah nasibku jadi karyawan, ya lakoni saja!” katanya. Kasihan banget tuh si ”nasib”, selalu jadi kambing hitam. Sebagai bahan renungan terakhir, “Mengapa tenaga upah buruh di Indonesia murah?” Karena pengusahanya sedikit, kulinya melimpah! Jika pengusahanya banyak, kulinya dikit, pasti upahnya tinggi dan pengusaha tak akan semena-mena! ”Daripada unjuk rasa, lebih baik kita buka usaha!” FIGHT! ***
Bandingkan dengan negara tetangga Singapura, mereka memiliki 7 persen populasi penduduknya sebagai pengusaha. Alhasil, mereka kekurangan tenaga kerja dan mengimpor dari luar. Apa faktor-faktor yang menyebabkan suatu negara menghasilkan banyak pengusaha? Pertama, insentif sebagai pengusaha diperbesar, seperti kemudahan membuka badan usaha, fasilitas kredit usaha dengan bunga ringan, hingga keringanan pajak. Yang lebih penting lagi adalah ”pembunuhan” pungutan liar (pungli) oleh para aparat. Namun, itu semua bukan faktor utama, karena sifatnya ”iming-iming”. Seperti saya tuliskan dalam kitab persilatan usaha ”The Power of Kepepet” (Gramedia), ”Kepepet adalah motivasi terbesar manusia untuk berubah.”
Selama terlalu banyak proteksi bagi kaum pekerja, rasa nyaman itu akan menggerogoti mental bangsa ini. Nah, inilah faktor kedua yang terpenting harus dilakukan, terutama oleh pemerintah. Sejarah mencatat, para ”patriot” tumbuh saat penindasan terjadi. Memang kesannya tidak berperi ”keburuhan” dan akan terjadi gejolak jika hal ini diterapkan. Tapi, saya yakin, lambat laun akan terlihat hasilnya, pertumbuhan perekonomian (dan pengusaha) akan meningkat. Namun, itu semua juga harus diimbangi dengan maraknya kampanye menjadi ”juragan”, hingga mereka tidak terlalu depresi dan menimbulkan gejolak. Just an idea, bagaimana jika kita buat gerakan ”Sejuta Pengusaha” atau ”10 juta Pengusaha?” Wah, seperti apa negara ini jika pengusahanya membludak?
Pasti banyak pembaca mengerutkan dahi dan menanyakan, ”Kalau semua bangsa Indonesia jadi pengusaha... Siapa yang akan jadi kulinya Mas J?” Gampang saja, ya tinggal impor TKA (Tenaga Kerja Asing/Arab), TKB (Tenaga Kerja Bule), TKM (Tenaga Kerja Malaysia). Coba bayangkan, suatu saat Anda punya supir orang bule, keren kan! Masak kita masih bangga menjadi negara pengekspor tenaga kerja Indonesia (TKI), diperkosa lagi! Lagian, kondisi itu belum tentu terjadi dalam 1 abad ini di Indonesia. Kenapa? Mental pasrahnya kelewat besar. ”Sudah nasibku jadi karyawan, ya lakoni saja!” katanya. Kasihan banget tuh si ”nasib”, selalu jadi kambing hitam. Sebagai bahan renungan terakhir, “Mengapa tenaga upah buruh di Indonesia murah?” Karena pengusahanya sedikit, kulinya melimpah! Jika pengusahanya banyak, kulinya dikit, pasti upahnya tinggi dan pengusaha tak akan semena-mena! ”Daripada unjuk rasa, lebih baik kita buka usaha!” FIGHT! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar